Sekarang kami dapat menceritakan tentang orang-orang Ibrani, bangsa Semitik, yang tidak begitu penting pada zamannya dibandingkan dengan pengaruhnya terhadap sejarah dunia dikemudian hari.
Sumber : www.google.com |
Mereka telah menetap di Yudea, lama sebelum tahun 1000 SM, dan ibu kota mereka sesudah masa itu adalah Yerusalem. Kisah mereka terkait dengan imperium-imperium besar dikedua sisinya, yaitu mesir di selatan dan di utaranya adalah imperium-imperium yang berubah-ubah di Syiria, yaitu Assyria dan Babylonia. Negeri mereka menjadi jalan raya antara kekuatan imperium yang telah disebutkan tadi.
Arti penting mereka di dunia adalah lantaran fakta bahwa mereka menghasilkan suatu literatur tertulis, suatu sejarah dunia, suatu himpunan hukum-hukum, riwayat-riwayat, mazmur, kitab kebijaksanaan, puisi dan fiksi, serta ucapan-ucapan politis yang pada akhirnya dikenal orang Kristen sebagai Alkitab Perjanjian Lama, Alkitab Ibrani. Literatur ini tampak di dalam sejarah pada abad keempat atau kelima SM.
Mungkin literatur ini mula-mula disatukan di Babylonia. Kami sudah menceritakan bagiaman Firaun, Necho II, menyerbu kekaisaran Assyria disaat Assyria bertempur mati-matian melawan orang Medes, Persia dan Kaldea. Josiah, Raja Yehuda melawannya, dia dikalahkan dan dibunuh di Megiddo (608 SM). Yehuda lalu menjadi jajahan Mesir. Namun ketika Nebukkadnezzar Agung, raja Kaldea baru di Babylonia, mengusir kembali Necho ke Mesir, dia berusaha mengurus Yehuda dengan mengangkat raja-raja boneka di Yerusalem. percobaan itu gagal, rakyat membantai para penjabat Babylonia, dan Nebukadnezzar memutuskan untuk membubarkan negara kecil ini, yang telah lama diperebutkan Mesir dalam melawan imperium yang ada di utara. Yerusalem dikepung dan dibakar, dan rakyatnya yang tersisa dilarikan sebagai tawanan ke Babylonia.
Mereka tetap disana sampai Cyrus merebut Babylonia (538 SM). Kemudian Cyrus mengumpulkan mereka dan mengirim mereka kembali untuk menghuni negerinya. Ia membangun kembali tembok-tembok dan kuil di Yerusalem.
Mereka tetap disana sampai Cyrus merebut Babylonia (538 SM).
Kemudian Cyrus mengumpulkan mereka dan mengirim mereka kembali untuk menghuni
negerinya. Ia membangun kembali tembok-tembok dan kuil di Yerusalem.
Sebelum masa itu, orang
Yahudi tidak tampak sebagai bangsa yang sangat beradab atau bersatu. Mungkin
hanya segelintir di antara mereka yang
dapat membaca dan menulis. Di dalam sejarah mereka sendiri, orang tidak pernah
mendengar pembacaan kitab-kitab awal dari Alkitab. Pertama kali mereka menyebut
suatu kitab adalah pada masa Josiah. Penawanan di Babylonia telah memberadabkan
dan mempersatukan mereka. Mereka kembali menyadari literaturnya sendiri dan
menjadi suatu masyarakat yang sangat sadar diri dan politis.
Download juga buku-buku sejarah klik disini!
Pada masa itu,
tampaknya Alkitab hanya terdiri dari Pentateuk, yakni lima kitab pertama Perjanjian
Lama yang kita kenal. Selain itu, sebagai kitab-kitab yang terpisah, mereka
mempunyai banyak kitab-kitab lain yang sejak saat itu digabungkan dengan
Pentateuk menjadi misalnya, Alkitab Ibrani, Tawarikh, Mazmur dan Amsal.
Kisah penciptaan dunia,
Adam dan Hawa, Air Bah, yang menjadi awal dari Alkitab, sangat serupa dengan
legenda-legenda Babylonia. Kisah-kisah itu tampaknya telah menjadi bagian
kepercayaan bersama seluruh orang semitik. Begitu pula kisah Musa dan Samson yang
mempunyai kemiripan dengan kisah milik orang Sumeria dan Babylonia. Sesuatu yang
lebih khusus mengenai ras Yahudi baru dimulai dengan kisah Abraham (Nabi
Ibrahim) dan seterusnya.
Abraham mungkin sudah
hidup sezaman dengan Hammurabi di Babylonia. Dia adalah nomad Semitik yang
patriarkis. Pembaca harus membaca Kitab Kejadian untuk mengetahui kisah pengembaraannya
dan untuk kisah-kisah mengenai anak-anak serta cucunya dan bagaimana mereka
menjadi tawanan di Tanah Mesir. Dia berjalan ke tanah Kanaan, dan Tuhan dari
Abraham, menurut kisah Alkitab, menjanjikan negeri yang menyenangkan, tempat kota-kota
yang makmur bagi dia dan anak-anaknya.
Setelah persinggahan
yang lama di Mesir dan setelah lima puluh tahun mengembara di gurun di bawah
pimpinan Musa, anak-anak Abraham, kini bertumbuh menjadi rombongan besar yang
terdiri dari dua belas suku. Mereka menyerbu negeri Kanaan dari padang pasir
Arabia hingga ke timur. Kemungkinan mereka melakukan hal ini sekitar tahun 1600
SM dan 1300 SM. Hal ini menjadi perkiraan karena tidak ada catatan orang Mesir
tentang Musa dan juga Kanaan pada masa ini yang mendukung cerita tersebut. Tetapi
dalam penyerbuan itu, mereka hanya berhasil menaklukan bagian belakang yang
berbukit-bukit dari negeri yang dijanjikan itu. Wilayah pantai dan daerah itu
kini berada ditangan para pendatang baru. Mereka adalah orang-orang Aegea yakni
orang Flistin, kota-kotanya seperti Gaza, Gath, Ashdod, Ascalon dan Joppa
berhasil bertahan terhadap serangan-serangan orang-orang Ibrani. Selama beberapa
genarasi, anak-anak Abraham tetap merupakan orang-orang yang tak dikenal dari
negeri pedalaman yang berbukit-bukit. Mereka tak henti-hentinya terlibat
pertengkaran dengan bangsa Flistin dan dengan suku-suku yang sama disekitar
mereka, seperti orang Moab, Midian, dan lainnya. Pembaca akan menemukan di dalam
kitab hakim-hakim tentang suatu catatan mengenai perjuangan dan bencana selama
periode ini. Sebagian kitab itu adalah
catatan tentang bencana dan kegagalan yang dikisahkan dengan terus terang.
Dalam sebagian besar
masa ini, orang Ibrani diperintah oleh para hakim imam yang dipilih oleh tetua
rakyat, itu pun hanya bagi mereka yang memiliki pemerintahan. Namun pada
akhirnya ketika menjelang tahun 1000 SM, mereka memilih sendiri seorang raja. Dia
adalah Saul, yang memimpin mereka dalam pertempuran. Tetapi kepemimpinan Saul
tidak membuat perbaikan yang besar atas kepemimpinan para hakim. Dia terbunuh
dibawah hujan anak panah orang Flistin dalam pertempuran di Gunung Gilboa. Baju
besinya dibawa ke dalam kuil Venus Flistin, dan tubuhnya dipaku di tembok
Beth-shan.
Penggantinya adalah
Daud yang lebih berhasil dan lebih politis. Bersama Daud, dimulailah periode
kemakmuran dan ini adalah satu-satunya periode kemakmuran orang Ibrani yang
pernah diketahui. Kemakmuran itu didasarkan pada persekutuan erat dengan kota
Funisia Tyre yang rajanya bernama Hiram. Dia tampaknya merupakan orang yang
sangat cerdas dan giat berusaha. Dia ingin mengamankan rute perdagangan ke Laut
Merah melalui negeri bukit Ibrani. Lazimnya, perdagangan orang Funisia pergi ke
Laut Merah melalui jalur Mesir, tetapi pada masa itu Mesir sedang mengalami
kekacauan yang mendalam. Kemungkinan lain adalah adanya hambatan-hambatan lain bagi
perdagangan orang Funisia disepanjang jalur ini. Hiram pun membangun hubungan
yang sangat erat dengan Daud dan puteranya, begitu pula dengan penerusnya,
Sulaiman. Dengan pertolongan Hiram, tembok, istana dan kuil Yerusalem dibangun,
dan sebagai imbalanya Hiram membangun dan meluncurkan kapal-kapalnya di Laut Merah. Perdagangan yang sangat
penting melintas kearah utara dan selatan melalui yerusalem. Dan Sulaiman
mencapai suatu kemakmuran dan kecemerlangan yang belum pernah dibayangkan
sebelumnya dalam perjalanan bangsa ini. Dia bahkan diberi seorang putri Firaun
untuk dinikahinya.
Namun kita harus
membuat perbandingan untuk melihat masa kejayaan ini. Pada puncak kejayaannya
Sulaiman hanyalah seorang rajabawahan yang memimpin sebuah kota kecil. Kekuasaannya
begitu fana sehingga dalam beberapa tahun setelah kematiannya, Shishak, Firauan
pertama dari dinasti kedua puluh dua, telah membuat Yerusalem dan merampas
sebagian besar kemuliannya. Penuturan mengenai kecemerlangan Sulaiman yang
tertuang dalam kitab Raja-raja dan Tawarikh
dipertanyakan oleh banyak ilmuwan. Mereka berpendapat bahwa hal itu hanyalah
penuturan yang ditambahkan dan dibesar-besarkan oleh para penulisanya karena
kebanggaan patriotik. Namun bila dicermati, penuturan dalam Alkitab tidaklah
begitu “hebat” seperti tampak pada pembacaan awal. Kuil Sulaiman, jika orang
melakukan pengukuran, bersamanya hampir sama dengan sebuah geraja di pinggiran
kota yang kecil. Kereta perangnya yang sejumlah seribu empat ratus tidak lagi
membuat terkesan ketika kita mengetahui dari monumen orang Assyria bahwa Ahab,
penerusnya, mengirim suatu rombongan terdiri dari dua ribu kereta perang kepada
tentara Assyria. Selain itu, terdapat kebenaran dari cerita Alkitab bahwa
Sulaiman memuaskan diri dalam pameran, pemungutan pajak dan pembebanan kerja
yang berlebihan kepada rakyatnya. Pada saat kematian Sulaiman, bagian utara kerajaannya
memisahkan diri dari yerusalem dan menjadi kerajaan Israel yang Merdeka.
Yerusalem tetap ibu kota Yehuda.
Kemakmuran bangsa
Ibrani berlangsung singkat. Hiram wafat,
dan bantuan Tyre yang memperkuat Yerusalem berhenti. Mesir tumbuh kuat
lagi. Sejarah Raja-raja Israel dan Yehuda menjadi sejarah dua negara kecil yang
hidup diantara, Syria, kemudian Assyria, lalu Babylonia di utara dan Mesir di
selatan. Selain itu adalah kisah bencana-bencana dan pembebasan-pembebasan yang
hanya menunda bencana untuk berikutnya. Sejarah raja-raja bar-bar yang memerintah
rakyat bar-bar. Pada 721 SM kerajaan Israel disapu bersih oleh orang Assyria
dan rakyatnya benar-benar hilang dari sejarah. Yehuda berjuang sampai pada 604
SM, namun akhirnya bernasib sama dengan Israel. Mungkin ada rincian yang
terbuka pada kritik di dalam kisah Alkitab akan sejarah Ibrani dari masa para hakim-hakim
dan seterusnya, tetapi secara keseluruhan, jelaslah ia merupakan kisah sebenarnya
yang cocok dengan semua yang telah diketahui dari penggalian di Mesir, Assyria
dan Babylonia selama abad yang lalu (maksudnya, abad ke-19 M—pent.).
Bangsa Ibrani
memperoleh sejarahnya dan mengembangkan tradisinya di Babylonia. Orang-orang
yang kembali ke Yerusalem atas perintah Cyrus adalah orang yang berbeda dari
segi semangat dan pengetahuan dari orang-orang yang pergi kepembuangan. Mereka telah
mempelajari peradaban. Dalam perkembangan karakter mereka yang ganjil, bagian
yang sangat besar dimainkan oleh orang tertentu, orang jenis baru, yakni para
nabi. Sekarang kita harus mengarahkan perhatian kepada mereka. Para nabi ini
menandai penampakan baru dan luar biasa dari kekuatan-kekuatan di dalam
perkembangan terus-menurus masyarakat manusia.
Sumber :
G. Wells, H. 1922. A Short History Of The World (Sejarah Dunia
Singkat). Yogyakarta: Indoliterasi.
Bab 20 hal. 81-84.
0 komentar:
Post a Comment