PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan
agama Hindu-Budha tidak dapat lepas dari peradaban lembah Sungai Indus, di
India. Di India lah mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan
Budha. Dari tempat tersebut mulai menyebarkan agama Hindu-Budha ke tempat lain
di dunia. Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Aria (cirinya
kulit putih, badan tinggi, hidung mancung) ke Mohenjodaro dan Harappa melalui
celah Kaiber (Kaiber Pass) pada 2000-1500 SM dan mendesak bangsa Dravida
(berhidung pesek, kulit gelap) dan bangsa Munda sebagai suku bangsa asli yang
telah mendiami daerah tersebut. Bangsa Dravida disebut juga Anasah yang berarti
berhidung pesek dan Dasa yang berarti raksasa. Bangsa Aria sendiri termasuk
dalam ras Indo Jerman. Awalnya bangsa Aria bermata pencaharian sebagai peternak
kemudian setelah menetap mereka hidup bercocok tanam. Bangsa Aria merasa ras
mereka yang tertinggi sehingga tidak mau bercampur dengan bangsa Dravida.
Sehingga bangsa Dravida menyingkir ke selatan Pegunungan Vindhya.
Kedatangan bangsa Arya merupakan
titik awal perubahan sosial masyarakat India. Sejak kedatangannya, bangsa Arya
mulai memperkenalkan dan mewariskan peradaban baru yang disebut dengan Weda
yang berarti Pengetahuan. Weda merupakan dasar kepercayaan agama Hindu. Selain
mewariskan peradaban baru bangsa Arya juga mewariskan bahasa Sansekerta. Dalam
agama Hindu dikenal dengan adanya pembagian masyarakat atas kasta-kasta
tertentu diantaranya Brahmana yang terdiri dari para
pendeta, Ksatria terdiri dari
raja dan keluarganya, para bangsawan, dan prajurit, Waisya terdiri dari para pedagang,
dan Sudra
golongan kecil seperti petani/peternak, para pekerja/buruh/budak.
Perkembangan
agama Budha tidak dapat lepas dari agama Hindu, karena agama budha sendiri
lahir dan muncul dari perkembangan agama Hindu yang mengalami kemunduran akibat
adanya penolakan terhadap sistem kasta yang ada di agama Hindu. Berawal dari
sistem pengkastaan inilah agama Budha muncul dan berkembang di Asia Selatan
Khususnya di India.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang menjadi latar belakang
munculnya agama Budha di India?
2.
Bagaimana perkembangan agama dan
kebudayaan Budha di India?
3.
Apa saja kitab-kitab suci agama Budha?
4.
Apa saja ajaran-ajaran agama Budha?
5.
Bagaimana perkembangan agama Budha di
Asia Selatan?
6.
Apa perbedaan agama Hindu dengan Budha?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui latar belakang munculnya
agama Budha di India
2.
Mengetahui perkembangan agama dan
kebudayaan Budha di India
3.
Mengetahui kitab-kitab suci agama Budha
4.
Mengetahui ajaran-ajaran agama Budha
5.
Mengetahui perkembangan agama Budha di
Asia Selatan
6.
Mengetahui perbedaan agama Hindu dengan
Budha
D.
Manfaat
Adapun
manfaat dibuatnya makalah ini adalah bisa digunakan sebagai literatur bagi para
pembaca agar bisa dijadikan sebagai referensi ketika mencari materi tentang
agama Budha, bisa memberikan pengetahuan baru tentang agama Budha khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca, selain itu juga dengan dibuatnya
makalah ini, bisa menjadi latihan bagi penulis dalam menyusun dan membuat karya
ilmiah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Munculnya Agama Budha di India
Pada
abad ke 6 SM agama Hindu mengalami kemunduran, karena disebabkan oleh
faktor-faktor, yaitu yang pertama kaum Brahmana yang memonopoli upacara
keagamaan membuat sebagian dari mereka bertindak sewenang-wenang. Contohnya rakyat
dibebankan untuk memberikan korban yang telah ditetapkan. Yang kedua sistem
kasta membedakan derajat dan martabat manusia berdasarkan kelahirannya. Kemudian yang ketiga golongan Brahmana merasa
berada pada kasta tertinggi dan paling berkuasa terutama untuk mempelajari
kitab-kitab suci agama Hindu lainnya, sehingga hal ini menimbulkan rasa anti
agama.
Ada beberapa faktor yang melatar
belakangi munculnya agama Budha di India, faktor tersebut diantaranya sebagai
berikut :
1.
Kondisi
sosial,politik dan sosial India
Agama
Buddha lahir akibat kondisi sosial dan politik India yang pada saat itu sangat
memperihatinkan, dimana di India pada saat itu banyak rakyat yang menderita
sedangkan kehidupan raja di Istana sangat mewah.
2.
Ketidak
puasan terhadap doktrin brahmana
Ketika
agama Hindu berkembang dengan pesat, ketamakan kaum brahmana makin menjadi.
Karena hanya mereka yang mampu membaca serta menyelenggarakan berbagai upacara
keagamaan mereka mulai mengkomersilkan profesinya secara berlebihan. Upah yang diminta
tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan sehingga masyarakat mulai jenuh
dengan tingkah laku mereka. Jalan upacara korban pun sangat rumit, sehingga
reformasi sebagai satu-satunya jalan menuju sorga. Sebagai reaksi langsung
bermunculan berbagai aliran yang menentang agama Hindu di masyarakat.
terdahulu.
Agama Budha mengambil jalan tengah dalam menempuh hidup ini. Tidak hanya dengan
bersenang-senang saja atau dengan mematuhi peraturan yang terlalu keras
menyiksa diri.
Timbul
golongan yang berusaha mencari jalan sendiri untuk mencapai hidup abadi yang
sejati. Golongan tersebut disebut golongan Buddha yang dihimpun oleh Sidharta.
B.
Perkembangan
Agama dan Kebudayaan Budha di India
Berlainan
dengan agama Hindu yang lahir tanpa wahyu dari mana pun, agama Budha muncul
melalui ilham yang datang kepada seorang ksatriya bernama Gautama. Ketika agama
Hindu berkembang dengan pesat, ketamakan kaum Brahmana makin menjadi. Karena
hanya mereka yang mampu membaca serta mengelenggarakan berbagai upacara
keagamaan mereka mulai mengkomersialkan profesinya secara berlebihan. Upah yang
diminta tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, sehingga masyarakat mulai
jenuh dengan tinggkah laku mereka. Sebagai reaksi langsung, bermunculan
berbagai aliran yang menentang agama Hindu dimasyarakat.
Ada tiga aliran yang
paling menonjol saat itu. Pertama, aliran yang dianjurkan oleh Jabali, aliran
ini berpendapat bahwa tidak ada syurga, tidak ada kehidupan akhir, tidak ada
agama dan penyiksaan diri. Karena bersenang-senanglah di dalam hidup. Hidup
keagamaan yang dianggap membodohkan masyarakat dan merupakan sumber kebodohan
kaum Brahmana. Mereka mencemoohkan
orang-orang yang mau berkorban, berdoa dan bertobat. Aliran ini
benar-benar ingin melepaskan diri dari tindasan kaum Brahmana sekaligus
melepaskan diri dari agama yang selama ini telah menjadi darah daging mereka. Aliran
ini terutama diikuti oleh orang yang digolongkan dalam golongan paria dalam
agama Hindu.
Kedua, aliran yang dipimpin oleh
Mahavira dan akhirnya disebut Jaina. Yang ini lain lagi, sangat bertolak
belakang dengan yang pertama. Aliran Jaina mencari kebahagiaan abadi dengan
berbagai peraturan hidup yang keras. Tidak boleh berbuat jahat, harus baik
kepada siapapun, tidak boleh membunuh sesama mahluk, bahkan membunuh binatang
yang paling kecil pun mereka hindari. Oleh sebab itu, mereka selalu menyapu
dulu tempat duduk sebelum duduk, karena takut ada binatang mungil yang terbunuh
tidak sengaja. Tetapi menyiksa diri dengan berbagai tarikat untuk mencapai
keselamatan hidup yang akan datang adalah perbuatan terpuji. Apalagi jika
sampai membinasakan diri, membunuh diri sendiri merupakan jaminan untuk hidup bahagia
di alam baka.
Aliran ketiga muncul sebagai aliran
yang merupakan jembatan emas dalam masyarakat. Dinamakan demikian karena aliran
ini dibawa oleh seorang Gautama yang mendapa ilham untuk menyebarkan agama
bersama Budha yang menjembatani kedua aliran terdahulu. Agama Budha mengambil
jalan tengah dalam menempuh hidup ini. Tidak hanya dengan bersenang-senang atau
dengan mematuhi peraturan yang terlalu keras menyiksa diri.
Sidharta Gautama dilahirkan di
Kapilawastu sebagai putra mahkota dari raja Suddhodana. Sejak kelahiranya sudah
diramalkan oleh seorang Brahmana bahwa sang bayi tidak akan menjadi raja kelak.
Ia akan menjadi seorang pertapa. Hal ini sangat mengecewakan hati ayahanda,
tetapi semua sudah menjadi takdir, meskipun segala usaha sudah dilakukan oleh
sang raja. Sidharta didukung di istana dengan segala kemewahan hidup dan sama
sekali tidak boleh melihat penderitaan dan kemiskinan.
Pada usia 16 tahun ia dinikahkan
dengan seorang putri jelita yaitu Yosadhara yang membuahkan putra bernama
Ragula. Tiga istana indah yang dibangun oleh ayahanda menyuruhnya untuk
berjalan-jalan. Pada suatu hari bertemulah dia dengan kenyataan hidup yang
mengerikan yaitu tua, sakit, dan mati. Hal ini yang mendorongnya untuk
meninggalkan istana mencari tempat yang sepi dihutan guna melepaskan diri dari
orang-orang yang dicintai bahkan umat di seluruh dunia dari samsara. Ia pergi
meninggalkan orang tua, istri, dan anaknya ke hutan lebat bersama Channa
pengawalnya yang setia. Di tepi hutan ia menanggalkan semua pakaian kebesarannya
dan menghadiahkan seuntai permata pada Channa. Ia memotong rambut kebesarannya
dan menghilang di hutan lebat. Sejak itu ia bertapa mencari kebahagiaan hidup.
Ilham ia dapat di bawah sebuah pohon ara di Bodh Raya, yang sampai sekarang
disebut pohon Bodhi. Ilham yang diterimanya yaitu bagaimana caranya melepaskan
diri dari samsara kemudian disampaikannya kepada umat dalam khotbahnya yang
pertama ditaman Rusa di Benares.
Apa sebenarnya yang telah didapat
Budha dalam mencapai ketenangan ini. Ia telah mendapat jawaban tentang apa yang
menjadi sebab kelahiran kembali. Dijelaskannya kepada umat Budha bahwa yang
menjadi sebab itu ialah keinginan untuk hidup bahagia dan makmur.[[1]]
Proses Perkembangan Agama Budha di
India
1. Tahap Awal
Sebelum
disebarkan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada abad ke-3 SM, agama Budha
kelihatannya hanya sebuah fenomena kecil saja, dan sejarah peristiwa-peristiwa
yang membentuk agama ini tidaklah banyak tercatat. Dua sidang umum pembentukan
dikatakan pernah terjadi, meski pengetahuan kita akan ini berdasarkan
catatan-catatan dari kemudian hari. Konsili-konsili (juga disebut pasamuhan
agung) ini berusaha membahas formalisasi doktrin-doktrin Buddhis, dan beberapa
perpecahan dalam gerakan Budha.
2. Abad ke-5 SM
Konsili
pertama Budha diadakan tidak lama setelah Budha wafat di bawah
perlindungan raja Ajatasattu dari
Kekaisaran Magadha, dan dikepalai oleh seorang rahib bernama Mahakassapa di
Rajagaha (sekarang disebut Rajgir).
Tujuan
konsili ini adalah untuk menetapkan kutipan-kutipan Budha (sutta (Budha)) dan
mengkodifikasikan hukum-hukum monastik (vinaya): Ananda, salah seorang murid
utama Budha dan saudara sepupunya, diundang untuk meresitasikan ajaran-ajaran
Budha, dan Upali, seorang murid lainnya, meresitasikan hukum-hukum vinaya. Ini
kemudian menjadi dasar kanon Pali, yang telah menjadi teks rujukan dasar pada
seluruh masa sejarah agama Budha.
3. Tahun 383 SM
Konsili
kedua Budha diadakan oleh raja Kalasoka di Vaisali, mengikuti konflik-konflik
antara mazhab tradisionalis dan gerakan-gerakan yang lebih liberal dan menyebut
diri mereka sendiri kaum Mahasanghika.
Mazhab-mazhab
tradisional menganggap Budha adalah seorang manusia biasa yang mencapai
pencerahan, yang juga bisa dicapai oleh para bhiksu yang mentaati peraturan
monastik dan mempraktekkan ajaran Budha demi mengatasi samsara dan mencapai
arhat.
Namun
kaum Mahasanghika yang ingin memisahkan diri, menganggap ini terlalu
individualistis dan egois. Mereka menganggap bahwa tujuan untuk menjadi arhat
tidak cukup, dan menyatakan bahwa tujuan yang sejati adalah mencapai status
Buddha penuh, dalam arti membuka jalan paham Mahayana yang kelak muncul. Mereka
menjadi pendukung peraturan monastik yang lebih longgar dan lebih menarik bagi
sebagian besar kaum rohaniwan dan kaum awam (itulah makanya nama mereka berarti
kumpulan "besar" atau "mayoritas").
Konsili
ini berakhir dengan penolakan ajaran kaum Mahasanghika. Mereka meninggalkan
sidang dan bertahan selama beberapa abad di Indian barat laut dan Asia Tengah
menurut prasasti-prasasti Kharoshti yang ditemukan dekat Oxus dan bertarikh
abad pertama.
4.
Dakwa Asoka (+/- 260 SM)
Maharaja
Asoka dari Kekaisaran Maurya (273–232 SM) masuk agama Budha setelah menaklukkan
wilayah Kalingga (sekarang Orissa) di India timur secara berdarah. Karena
menyesali perbuatannya yang keji, sang maharaja ini lalu memutuskan untuk
meninggalkan kekerasan dan menyebarkan ajaran Budha dengan membangun
stupa-stupa dan pilar-pilar di mana ia menghimbau untuk menghormati segala
makhluk hidup dan mengajak orang-orang untuk mentaati Dharma.
Asoka juga membangun
jalan-jalan dan rumah sakit-rumah sakit di seluruh negeri. Periode ini menandai
penyebaran agama Budha di luar India. Menurut prasasti dan pilar yang
ditinggalkan Asoka (piagam-piagam Asoka), utusan dikirimkan ke berbagai negara
untuk menyebarkan agama Budha, sampai sejauh kerajaan-kerajaan Yunani di barat
dan terutama di kerajaan Baktria-Yunani yang merupakan wilayah tetangga.
Kemungkinan besar mereka juga sampai di daerah Laut Tengah menurut
prasasti-prasasti Asoka.
C.
Ajaran
dan Kitab Suci Agama Budha
a.
Ajaran
Agama Budha
Ada
beberapa ajaran pada agama budha, yakni :
1.
Empat
kebenaran utama (khutbah pertama sang Budha )
Ø Dukha,
Lahirnya manusia, menjadi tua dan meninggal dunia
Ø Samudaya,
Penderitaan itu di sebabkan oleh hati yang tidak ikhlas dan hawa nafsu
Ø Nirodha,
Penderitaan dapat di hilangkan, dengan hati ikhlas dan hawa nafsu ditahan
Ø Magga
(Jalan), Budha mengemukakan empat tingkatan jalan yang harus dilalui yaitu :
1. Sila
( kebajikan)
2. Samadhi
(perenungan)
3. Panna
(pengetahuan atau hikmat)
4. Wimukti
(kelepasan)
Kemudian
keempat tingkatan ini diselaraskan dengan
delapan jalan tengah atau jalan kebenaran (Astavida) atau Arya Attangika
Magga, yaitu :
a) Berpandangan
yang benar
b) Berniat
yang benar
c) Berbicara
yang benar
d) Berbuat
yang benar
e) Berpenghidupan
yang benar
f) Berusaha
yang benar
g) Berperhatian
yang benar
h) Memusatkan
pemikiran yang benar
2.
Ada
tiga pengakuan dalam agama budha yaitu ;
1)
Buddhan saranan gacchami (saya
berlindung didalam budha)
2)
Dhamman saranam gacchami (saya
berlindung didalam dhamman)
3)
Sangham saranam gacchami (saya
berlindung didalam sangha ).
3.
Dassasila
(sepuluh peraturan ) bagi penganut agama Budha
Setiap penganut agama budha dari golongan
bikshu, maupun pengikut biasa. Jika mereka perempuan harus berusaha mencapai
keselamatan dan melepaskan diri dari lingkungan hawa nafsu, dan memiliki akhlak
serta sifat-sifat keutamaan dengan menjalankan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan sang Budha, Dassasila (sepuluh peraturan) tersebut, adalah;
1)
Jangan mengganggu dan menyakiti makhluk
2)
Jangan menggambil apa yang tidak di
berikan
3)
Jangan berzina
4)
Jangan berkata bohong
5)
Janagn meminum barang yang bias
memabukkan.
Dan
untuk golongan biksu ditambah lima lagi, yaitu;
1)
Jangan makan bukan pada waktunya
2)
Jangan menonton dan menghadiri
pertunjukan
3)
Jangan memakai perhiasan emas dan
wangi-wangian.
4)
Jangan tidur di tempat yang enak
5)
Jangan mau menerima hadiah uang.
4.
Rukun
syarat beragama budha
Adapun
rukun beragama Budha dan ketentuan-ketentuan dalam beragama Budha adalah
sebagai berikut :
a)
Tiap-tiap orang hendaklah berusaha
mengetahui Budha itu sedalam dalam nya
b)
Manusia harus mempunyai sukma yang halus
c)
Manusia jangan sampai melakukan
perbuatan yang menyakiti orang lain
d)
Manusia harus mencari penghidupan yang
tidak mendatangkan kebinasaan bagi orang lain.
e)
Tiap-tiap orang harus mempunyai niat
yang suci dan bersih
f)
Tiap-tiap orang hendaknya memikirkan
semua mahkluk
g)
Manusaia hendaklah mempunyai roh yang
kuat untuk menciptakan kebaikan dan menghilangkan kejahatan.
b.
Kitab
Suci Agama Budha
Kitab Suci agama Buddha adalah Tri Pitaka.
Tri itu bermakna tiga, dan pitaka itu bermakna bakul, tapi dimaksudkan adalah
bakul hikmat, hingga Tripitaka itu bermakna Tiga Himpunan Hikmat, ketiga kitab
tersebut adalah :
1.
Sutta
Pitaka, berisikan himpunan ajaran dan kotbah Buddha
Gautama.Bagian terbesar berisi percakapan antara Buddha dengan
muridnya.Didalamnya juga termasuk kitab-kitab tenyang pertekunan (meditasi),dan peribadatan,himpunan kata-kata
hikmat,himpunan sajak-sajak agamawi,kisah berbagai orang suci. Keseluruhan
himpunan ini ditunjukkan bagi kalangan awam dalam agama Buddha.
2.
Vinaya
Pitaka, berisikan Pattimokkha,yakni peraturan tata hidup
setiap anggota biara-biara (sangha). Didalam himpunan itu termasuk Maha Vagga,
berisikan sejarah pembangunan kebiaraan (ordo) dalam agama Buddha beserta
hal-hal yang berkaitan dengan biara. Himpunan Vinaya-pitaka itu ditunjukkan
bagi masyarakat Rahib yang dipanggilkan dengan Bikkhu dan Bikkhuni.
3.
Abidharma
Pitaka, yang ditunjukkan bagi lapisan terpelajar dalam
agama Buddha, bermakna : dhamma lanjutan atau dhamma khusus. Berisikan berbagai
himpunan yang mempunyai nilai-nilai tinggi bagi latihan ingatan,berisikan
pembahasan mendalam tentang proses pemikiran dan proses kesadaran. Paling
terkenal dalam himpunan itu ialah milinda-panha (dialog dengan raja Milinda)
dan pula Visuddhi maga (jalan menuju kesucian)
D.
Aliran-aliran
Agama Budha
Kelahiran
agama Budha merupakan salah satu bentuk penolakan atas agama Hindu. Pada
perkembangannya agama Budha melahirkan berbagai aliran-aliran yang sampai saat
sekarang menyebar di wilayah Asia. Aliran-aliran tersebut antara lain :
1.
Theravada
Theravada
(Pāli: थेरवाद
theravāda; Sansekerta: स्थविरवाद
sthaviravāda); secara harafiah
berarti, “Ajaran Sesepuh” atau “Pengajaran Dahulu”, merupakan mazhab
tertua Agama Buddha yang masih bertahan. Ditemukan di India. Theravada
merupakan ajaran yang konservatif, dan secara menyeluruh merupakan ajaran
terdekat dengan Agama Buddha pada awalnya, dan selama berabad-abad menjadi
kepercayaan yang berkuasa di Sri Lanka (sekitar 70% dari penduduk) dan sebagian
besar benua di Asia Tenggara (Kambodia), (Laos), (Myanmar), (Thailand). Mazhab
Theravada juga dijalankan oleh sebagian minoritas dari Barat Daya Cina oleh
etnik Shan dan Tai), Vietnam (oleh Khmer Krom), Bangladesh (oleh etnik group
dari Barua, Chakma, dan Magh), Malaysia dan Indonesia, dan yang belakangan ini
mendapatkan lebih banyak popularitas di Singapura dan Negara Barat. Sekarang
ini, mazhab Theravada dari Agama Buddha mencapai lebih dari 100 juta pengikut
di seluruh dunia, dan dalam dekade terakhir ini mazhab Theravada telah
menanamkan akarnya di Negara Barat dan di India.
2.
Mahayana
Mahayana
(berasal dari bahasa Sansekerta: महायान, mahāyāna yang secara harafiah berarti “Kendaraan Besar”) adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha
dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang
dilahirkan di India, digunakan atas tiga pengertian utama.
Sebagai
tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar dari dua
tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalah Theravada.
Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok.
Menurut
cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana,
Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan sebutan
Bodhisattvayana) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain
disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran
Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.
Menurut
susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk
kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan
Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal
dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Walaupun
asal-usul keberadaan Mahayana mengacu pada Buddha Gautama, para sejarawan
berkesimpulan bahwa Mahayana berasal dari India pada abad ke 1, atau abad ke 1
SM. Menurut sejarawan, Mahayana menjadi gerakan utama dalam Agama Buddha di
India pada abad ke 5, mulai masa tersebut naskah-naskah Mahayana mulai muncul
pada catatan prasasti di India. Sebelum abad ke 11 (ketika Mahayana masih
berada di India), Sutra-sutra Mahayana masih berada dalam proses perbaikan.
Oleh karena itu, beragam sutra dari sutra yang sama mungkin muncul.
Terjemahan-terjemahan ini tidak dianggap oleh para sejarawan dalam membentuk
sejarah Mahayana.
Dalam
perjalanan sejarahnya, Mahayana menyebar keseluruh Asia Timur. Negara-negara
yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah Cina, Jepang, Korea dan
Vietnam dan penganut Agama Buddha Tibet (etnis Himalaya yang diakibatkan oleh
invasi Cina ke Tibet). Aliran Agama Buddha Mahayana sekarang ini adalah “Pure
Land”, Zen, Nichiren, Singon, Tibetan dan Tendai. Ketiga terakhir memiliki
aliran pengajaran baik Mahayana maupun Vajrayana.
3.
Vajrayana
Vajrayana
adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama
Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti
misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Vajrayana
adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan
berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi.
E.
Perkembangan
dan Persebaran Agama Budha di Asia Selatan
Pada
saat kematian Sidharta Gautama, pengikut agama Budha (Sangha=perkumpulan bikshu
atau biara-biara) mulai mendirikan komunitas biksu di India Utara.
Kemajuan
agama Budha tidak dapat dilepaskan dari peranan raja abad ke 3 SM, yakni Raja
Asoka yang memerintah sebagian besar wilayah India. Dengan adanya dukungannya
agama Budha dapat menyebar ke wilayah India Selatan dan Sri Lanka. Pada abad ke
3 SM, para bikshu Sri Langka mulai menyusun uraian-uraian lengkap tentang
Tripitaka. Sangha telah menyusun secara sistematis dan menghimpun ajaran-ajaran
sang Budha kedalam tiga kelompok
Ada
dua pembagian utama ajaran Budha. Hinayana, yang menekankan pembebasan pribadi,
Prinsip-prinsip pandangan dari ajarana Hinayana adalah mempertahankan kemurnian
ajaran Budha dan menjaga ajaran Budha tidak terpengaruh oleh kebudayaan lain.
Sementara ajaran Budha Mahayana, yang menekankan usaha untuk menjadi seorang
Buddha yang sepenuhnya tercerahkan supaya bisa sebaik mungkin menolong orang
lain. Masing-masing memiliki sub-bagian. Namun, saat ini, ada tiga bentuk utama
yang masih ada: satu Hinayana, dikenal sebagai Theravada yang berkembang di Asia Tenggara, dan dua
Mahayana, yakni aliran Cina dan Tibet.
Aliran
Theravada menyebar dari India ke Sri Lanka dan Burma di abad ke-3 SM, dan dari
sana menyebar ke Yunan di Cina barat daya, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam
Selatan, dan Indonesia. Bukti keberadaan ajaran Budha di Vietnam dan Indonesia
adalah ditemukannya arca-arca Budha yang diperkirakan dari abad 5 Masehi.
Bentuk-bentuk lain Hinayana menyebar dari masa itu ke Pakistan masa kini,
Kashmir, Afghanistan, Iran Timur dan pesisir, Uzbekistan, Turkmenistan, dan
Tajikistan. Semua ini daerah ini adalah negara bekas Kerajaan Gandhara,
Bactria, Parthia, dan Sogdia pada masa kuno.
Berawal
di Asia Tengah ini, mereka menyebar lebih jauh pada abad kedua masehi ke
Kyrgyztan dan Kazakhstan. Bentuk-bentuk Hinayana ini lalu digabungkan dengan
unsur-unsur Mahayana yang juga datang dari India sehingga Mahayana akhirnya
menjadi bentuk Budha yang dominan di sebagian besar Asia Tengah.
Bentuk
Cina dari Mahayana kemudian menyebar ke Korea, Jepang, dan Vietnam Utara.
Gelombang awal lain Mahayana, menyebar dari India ke Nepal, Indonesia,
Malaysia, dan beberapa bagian Asia Tenggara sejak abad ke-5. Seperti dalam
Niddesa, sebuah teks dalam bahasa Pali yang diperkirakan datang pada awal abad
tarikh Masehi. Dalam teks tersebut terdapat nama-nama tempat dalam bahasa
Sansekerta yang dipercaya sebagai penyebaran Hindhu-Budha di India
Belakang.[15] Kawasan geografis yang
disebut dengan India Belakang terdiri dari Nusantara (kecuali Filipina), dan
Indocina atau “India di seberang Sungai Gangga”, dengan semenanjung Tanah
Melayu dan Burma. Proses semacam itu terjadi dengan ajaran Budha yang juga
terjadi di negara-negara oase sepanjang Jalur Sutra di Asia Tengah selama dua
abad sebelum dan sesudah masehi.
Sementara penguasa setempat dan masyarakatnya
belajar lebih banyak tentang agama India ini, mereka mengundang biksu dari
wilayah asli pedagang itu sebagai penasihat atau guru dan, dengan cara ini, akhirnya
menerapkan keyakinan Budha.
Bagaimanapun, seringkali penyebaran
itu terjadi karena pengaruh dari seorang raja kuat yang menerapkan dan
mendukung agama Budha. Misalnya, di pertengahan abad ke-3 SM, munculnya
Kerajaan Maghada mempunyai peranan penting dalam perkembangan peradaban di
India. Salah satu raja yang terkenal yaitu,Ashoka yang memerintah antara tahun
272-232 SM.[16] Selain melakukan penaklukan, Ashoka berperan dalam penyebaran
agama Budha. Pembangunan kekaisaran yang hebat ini tidak hanya memaksa
masyarakatnya untuk menerapkan keyakinan Budha. Namun juga dengan mengukir
perintah kerajaan di tiang-tiang besi di seluruh wilayahnya, yang mendorong
warganya untuk menjalankan kehidupan yang etis dan dengan menerapkan asas-asas
itu sendiri, ia mengilhami orang lain untuk menerapkan ajaran Budha.
F.
Persamaan
dan Perbedaan Agama Budha
Persamaan Hindu dan Budha :
1)
Sama-sama tumbuh dan berkembang di India
2)
Selalu berusaha untuk meletakkan
dasar-dasar ajaran kebenaran dalam kehidupan manusia di dunia ini. Diarahkan
pada tindakan-tindakan yang dibenarkan oleh agama.
3)
Tujuan untuk menyelamatkan umat manusia
dari rasa kegelapan/ mengantarkan umat manusia untuk dapat mencapai tujuan
hidupnya.
Perbedaan Hindu dan Budha :
a.
Hindu
1)
Muncul sebagai perpaduan budaya bangsa
Aria dan bangsa Dravida.
2)
Kitab sucinya, WEDA
3)
Mengakui 3 dewa tertinggi yang disebut
Trimurti
4)
Kehidupan masyarakat dikelompokkan
menjadi 4 golongan yang disebut Kasta (kedudukan seseorang dalam masyarakat
diterima secara turun-temurun/didasarkan pada keturunan).
5)
Adanya pembedaan harkat dan martabat/hak
dan kewajiban seseorang
6)
Agama Hindu hanya dapat dipelajari oleh
kaum pendeta/Brahmana dan disebarkan/ diajarkan pada golongan tertentu sehingga
sering disebut agamanya kaum brahmana.
7)
Agama Hindu hanya bisa dipelajari dengan
menggunakan bahasa Sansekerta
8)
Kesempurnaan (Nirwana) hanya dapat
dicapai dengan bantuan/bimbingan pendeta.
9)
Seorang terlahir sebagai Hindu bukan
menjadi Hindu sehingga kehidupan telah ditentukan sejak lahir.
10)
Mengenal adanya kelahiran kembali
setelah kematian (reinkarnasi)
11)
Dibenarkan untuk mengadakan upacara
korban
b.
Budha
1)
Muncul sebagai upaya pencarian jalan
lain menuju kesempurnaan yang dipimpin Sidharta.
2)
Kitab Sucinya, TRIPITAKA
3)
Mengakui Sidharta Gautama sebagai guru
besar/ pemimpin agama Budha
4)
Tidak diakui adanya kasta dan memandang
kedudukan seseorang dalam masyarakat adalah sama. Tidak mengenal pembagian hak
antara pria dan wanita
5)
Agama Budha dapat dipelajari dan
diterima oleh semua orang tanpa memandang kasta
6)
Agama Budha disebarkan pada rakyat
dengan menggunakan bahasa rakyat sehari-hari, seperti bahasa Prakrit
7)
Setiap orang dapat mencapai kesempurnaan
dengan usaha sendiri yaitu dengan meditasi
8)
Kehidupannya ditentukan oleh darma baik
yang berhasil dilakukan semasa hidupTidak menenal reinkarnasi tetapi mengenal
karma
9)
Tidak dibenarkan mengadakan upacara
korban.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Di
dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan
(anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana batin manusia tidak
perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada
pengaruhnya. Tidak ada dewa-dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha
sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu,
dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai
pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.
Dalam
konsep ketuhananya, Budha tidak mengetahui akan keberadaan Tuhan karena ia
menganggap bahwa kebahagian dapat diperoleh dari pengalaman yang menyedihkan
(penderitaan). Tuhan dalam agama Buddha didefinisikan sebagai “Yang Mutlak”.
Dalam hal ini agama Buddha termasuk agama Theistik. Yang Mutlak itu adalah
istilah falsafah, bukan istilah yang biasa dipakai dalam kehidupan keagamaan.
Dalam kehidupan keagamaan “Yang Mutlak”
itulah yang disebut dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang penyusun
buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran dari penyusun kuatkanlah
keyakinan dan keteguhan hati kita serta pertebal lah keimanan kita jangan
sampai adanya pemikiran-pemikiran baru khusunya dalam masalah keagamaan dapat
membuat kita tersesat.
DAFTAR PUSTAKA
Erwin, Tuti Nuriah.1990. Asia Selatan dalam Sejarah, Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Ø Diakses pada
10 Maret 2015, pukul 12:53 WIB
Ø Diakses pada
10 Maret 2015, pukul 12:46 WIB
Ø Diakses pada
10 Maret 2015, pukul 13:02 WIB
0 komentar:
Post a Comment